Langkah mengejutkan dari BEM UGM yang resmi hengkang dari aliansi BEM SI. Sebuah manuver strategis untuk kembali ke khittah perjuangan dan menempuh jalannya sendiri sebagai kampus kerakyatan.

Dalam riuh rendah panggung aktivisme mahasiswa nasional, sebuah langkah signifikan baru saja diambil dari sudut Bulaksumur. Badan Eksekutif Mahasiswa Keluarga Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (BEM UGM) secara resmi mengumumkan penarikan dirinya dari aliansi nasional BEM Seluruh Indonesia (BEM SI). Keputusan ini lebih dari sekadar pamit undur diri; ini adalah sebuah manifesto, sebuah penegasan identitas dan pilihan strategis untuk menempuh jalur perjuangannya sendiri.

Bagi banyak pihak, BEM SI telah lama menjadi representasi wajah kolektif mahasiswa Indonesia. Namun, bagi BEM UGM, tampaknya ada persimpangan jalan yang tak terelakkan. Keputusan untuk “turun dari bus” aliansi ini, sebagaimana diumumkan, bukanlah keputusan impulsif. Ia lahir dari serangkaian evaluasi mendalam yang menyimpulkan adanya perbedaan fundamental, bukan hanya dalam mekanisme organisasi, tetapi juga dalam “khittah” atau arah gerak perjuangan.

Ini bukanlah drama perpecahan biasa. Ini adalah sinyal bahwa sang Gadjah Mada ingin kembali menjadi Gadjah Mada seutuhnya. Selama ini, UGM dengan predikat “Kampus Kerakyatan” memiliki DNA pergerakan yang khas—cenderung mengakar pada riset, pengabdian masyarakat, dan advokasi kebijakan yang berbasis data. Ada dugaan bahwa corak pergerakan BEM SI yang terkadang lebih condong pada aksi massa dan isu-isu politik praktis di tingkat nasional dirasa tidak lagi sepenuhnya seirama dengan napas perjuangan UGM.

Langkah keluar ini bisa dibaca sebagai upaya BEM UGM untuk memperoleh kembali otonomi geraknya. Alih-alih terikat pada komando atau kesepakatan kolektif yang mungkin tidak relevan dengan konteks lokal atau visi keilmuan mereka, mereka kini bebas merumuskan agenda perjuangan yang dianggap lebih otentik. Fokusnya bisa jadi akan kembali pada isu-isu agraria di sekitar Yogyakarta, advokasi untuk biaya pendidikan yang lebih adil, atau kritik kebijakan pemerintah yang dibangun di atas kajian-kajian akademik yang kokoh.

Keputusan ini tak pelak akan memantik perdebatan. Sebagian mungkin melihatnya sebagai pelemahan front persatuan mahasiswa. Namun, dari sudut pandang lain, ini adalah sebuah pendewasaan. Sebuah pengakuan bahwa persatuan tidak harus berarti keseragaman. Dengan memilih jalannya sendiri, BEM UGM tidak sedang meninggalkan gelanggang perjuangan, mereka hanya sedang membangun arenanya sendiri, dan publik kini menanti, gebrakan macam apa yang akan lahir dari sana.

admin

"Selamat datang di SMP Negeri 6 Cirebon, tempat pembelajaran inovatif yang membentuk siswa berprestasi dan berkarakter unggul. Bergabunglah dengan kami untuk meraih pendidikan terbaik di Ngawi."

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *