
Di balik rumitnya izin TKA, terungkap praktik korupsi receh berakibat fatal. Oknum birokrat menukar integritas dan iklim investasi nasional hanya demi sebuah motor Vespa.
Di tengah gegap gempita pemerintah mengundang investasi dan talenta asing, sebuah ironi menyakitkan terungkap dari balik meja birokrasi. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) baru saja membeberkan sebuah praktik lancung yang seolah menampar wajah pelayanan publik di Indonesia. Bayangkan, kelancaran izin Tenaga Kerja Asing (TKA) yang krusial bagi dunia usaha, ternyata harganya bisa serendah sebuah motor Vespa.
Ini bukan adegan dalam film komedi satir, melainkan fakta pahit yang diungkap KPK dalam penetapan tersangka kasus pemerasan di lingkungan Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham). Seorang oknum penyidik pada Direktorat Jenderal Bina Pengawasan Imigrasi dan Penindakan diduga kuat telah menyalahgunakan wewenangnya, bukan untuk menindak pelanggaran, melainkan untuk “memalak” pihak yang seharusnya ia layani.
Modus operandinya klasik namun selalu efektif di lingkungan birokrasi yang korup: mencari-cari kesalahan, menciptakan masalah, lalu menawarkan solusi dengan “biaya pelicin”. Dalam kasus ini, sang oknum diduga mempersulit proses perizinan TKA, menciptakan kecemasan bagi perusahaan yang membutuhkan tenaga ahli tersebut. Di saat pengusaha berada di posisi lemah itulah, tawaran “damai” diajukan.
Namun, yang membuat kasus ini menjadi buah bibir adalah permintaan sang tersangka yang terbilang unik dan menunjukkan betapa dangkalnya mentalitas korup itu. Selain uang tunai, ia secara spesifik meminta untuk dibelikan sebuah motor Vespa, sebuah ikon gaya hidup yang kini menjadi “tarif” tidak resmi untuk sebuah layanan negara. Permintaan ini menjadi simbol betapa rusaknya integritas, di mana jabatan dan kewenangan bisa ditukar dengan pemuas hasrat pribadi yang remeh-temeh.
Lebih jauh dari sekadar cerita tentang Vespa, kasus ini adalah alarm keras bagi iklim investasi nasional. KPK menegaskan bahwa praktik semacam ini adalah penghambat utama. Bagaimana investor asing bisa percaya pada kepastian hukum jika untuk mengurus izin legal saja mereka harus berhadapan dengan pungutan liar? Setiap permintaan “uang rokok” atau “hadiah” seperti Vespa ini adalah paku yang ditancapkan pada peti mati kepercayaan investor.
Praktik ini membuktikan bahwa korupsi tidak selalu tentang proyek triliunan rupiah. Ia bisa berwujud sekecil permintaan motor, namun dampaknya sistemik. Ia merusak citra negara, menciptakan ekonomi biaya tinggi, dan yang terpenting, mengkhianati amanat publik. Langkah tegas KPK membongkar kasus “Vespa” ini diharapkan bukan hanya menjerat pelakunya, tetapi juga menjadi cambuk untuk melakukan pembenahan total pada sistem layanan perizinan TKA, memastikan tidak ada lagi tarif di luar ketentuan resmi, apalagi tarif seharga sebuah skutik.
