Kesaksian soal obat aborsi dalam sidang Vadel Badjideh mengubah ruang pengadilan menjadi panggung drama, di mana fakta hukum dan konsumsi publik saling berbenturan sengit.

Ruang sidang seharusnya menjadi tempat yang sakral dan dingin. Tempat di mana fakta dipilah dari fiksi, kebenaran dicari di bawah sumpah, dan nasib seseorang ditentukan oleh pertimbangan hukum yang cermat. Namun, ketika nama yang terseret adalah seorang figur publik, kesakralan itu seketika luntur. Ruang pengadilan berubah fungsi menjadi panggung teater, dan setiap kesaksian adalah episode terbaru yang disiarkan langsung ke pengadilan opini publik.

Inilah yang terjadi ketika nama Vadel Badjideh kembali bergema, kali ini bukan dari panggung tari atau linimasa media sosial, melainkan dari mulut seorang saksi di bawah tatapan hakim. Sebuah kalimat meluncur, dan seketika menjadi tajuk utama: Vadel disebut pernah membeli obat aborsi.

Bagi majelis hakim, informasi ini adalah satu kepingan puzzle yang harus diuji kebenarannya, ditimbang relevansinya, dan dipertimbangkan dengan kepala dingin. Namun, bagi publik di luar sana, kalimat itu adalah sebuah bom. Ia meledak, menghancurkan sisa-sisa narasi “pasangan bucin” yang pernah dibangun Vadel bersama kekasihnya, Lolly. Cerita cinta yang tadinya penuh drama remaja kini disiram dengan bensin isu yang jauh lebih kelam dan serius.

Di sinilah letak tragedi modernitas. Proses hukum yang semestinya berjalan tertutup dan hati-hati kini telanjang di depan mata kita. Kesaksian yang belum terverifikasi, yang mungkin saja bisa dimentahkan oleh saksi lain atau bukti baru, dalam hitungan jam sudah menjadi “fakta” di kolom komentar. Nama Vadel Badjideh kini tak hanya diasosiasikan dengan tarian TikTok atau perseteruannya dengan Nikita Mirzani, tetapi juga dengan frasa “obat aborsi”.

Ini adalah pertarungan yang tidak seimbang. Di satu sisi, ada palu hakim yang bekerja lambat demi keadilan. Di sisi lain, ada jempol netizen yang bergerak secepat kilat untuk menghakimi. Apa pun putusan pengadilan nanti, putusan publik sudah terlanjur jatuh. Reputasi pemuda itu kini tergores oleh sebuah tudingan yang masih mengambang di udara.

Kasus Vadel Badjideh menjadi cermin buram bagi kita semua. Ia menunjukkan betapa tipisnya batas antara proses peradilan dengan industri hiburan. Saat sebuah kesaksian lebih dinanti sebagai konten drama ketimbang sebagai alat bukti, mungkin kita perlu bertanya: sebetulnya, kita sedang mencari keadilan atau sekadar menikmati pertunjukan?

admin

"Selamat datang di SMP Negeri 6 Cirebon, tempat pembelajaran inovatif yang membentuk siswa berprestasi dan berkarakter unggul. Bergabunglah dengan kami untuk meraih pendidikan terbaik di Ngawi."

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *