Sebuah razia bendera One Piece di Gunung Lawu menjadi potret unik. Saat simbol petualangan global para ‘Nakama’ bertemu semangat nasionalisme pasca-kemerdekaan, sebuah fenomena budaya pun terungkap.

Mentari baru saja merayakan hari kedua pasca-gempita Proklamasi Kemerdekaan ke-80 Republik Indonesia. Di ketinggian 3.265 meter di atas permukaan laut, di puncak Gunung Lawu yang sakral, sebuah pemandangan tak biasa mengusik khidmat suasana. Bukan hanya Sang Saka Merah Putih yang berkibar gagah, melainkan juga bendera hitam dengan tengkorak bertopi jerami—simbol kru bajak laut paling tenar dari semesta manga, One Piece.

Namun, petualangan para “Nakama” (kawan seperjuangan) pendaki ini harus terinterupsi. Sebuah operasi gabungan yang digelar petugas Perhutani, TNI, dan Polri menggelar razia bendera One Piece, sebuah aksi yang sontak menjadi perbincangan hangat.

Alih-alih sebuah penindakan represif, operasi yang berlangsung pada Senin (18/8/2025) ini lebih mirip sebuah dialog antar generasi, antar simbol. Petugas tidak datang dengan amarah, melainkan dengan pendekatan persuasif. Mereka menghampiri para pendaki, memberikan pemahaman bahwa di momen sakral perayaan kemerdekaan, hanya ada satu bendera yang layak dikibarkan di tanah tertinggi: Merah Putih.

“Ini bukan soal melarang kreativitas, ini tentang menempatkan penghormatan pada tempatnya,” ujar Agus Wibowo, Administratur Utama KPH Lawu Ds, saat dihubungi terpisah. “Operasi Cinta Merah Putih ini adalah cara kami mengedukasi, mengingatkan kembali bahwa ada simbol negara yang perjuangannya berdarah-darah.”

Fenomena ini sejatinya adalah sebuah cermin sosial yang menarik. Di satu sisi, berdiri tegak semangat nasionalisme yang diwakili oleh para petugas—sebuah generasi yang memandang bendera sebagai harga mati, simbol kedaulatan yang tak bisa ditawar.

Di sisi lain, ada semangat zaman baru yang dibawa para pendaki. Bagi mereka, bendera One Piece bukan simbol anti-nasionalisme. Ia adalah lambang persahabatan, penaklukan puncak impian setelah berjuang bersama, dan semangat kebebasan untuk mengarungi “samudra” kehidupan. Puncak Lawu adalah “harta karun” mereka, dan bendera itu adalah penandanya. Sebuah perayaan personal atas pencapaian kolektif.

Razia bendera One Piece ini menjadi lebih dari sekadar berita penertiban. Ia adalah potret tabrakan makna yang tak terhindarkan di era global. Ketika simbol pop kultur yang mendunia—yang notabene mengajarkan tentang perjuangan dan kesetiaan—bersinggungan dengan simbol kebangsaan yang sakral.

Tidak ada yang salah, mungkin hanya berbeda frekuensi. Para pendaki akhirnya menurunkan bendera kebanggaan kru Topi Jerami itu dengan sukarela. Di puncak Lawu, Merah Putih kembali berkibar tunggal, namun perdebatan tentang makna simbol dan cara merayakannya kini telah menemukan babak baru. Petualangan di dunia nyata, ternyata, memiliki aturan yang sedikit berbeda.

admin

"Selamat datang di SMP Negeri 6 Cirebon, tempat pembelajaran inovatif yang membentuk siswa berprestasi dan berkarakter unggul. Bergabunglah dengan kami untuk meraih pendidikan terbaik di Ngawi."