Site icon SMP NEGERI 6 CIREBON

Polemik Tunjangan DPR! Antara Dalih Efisiensi dan Potensi Beban Baru Negara

tunjangan DPR

tunjangan DPR

Wacana perubahan rumah dinas menjadi tunjangan DPR diklaim sebagai langkah efisiensi. Namun, publik menyoroti potensi beban baru bagi negara jika tidak diiringi transparansi anggaran yang jelas.

Wacana untuk mengubah fasilitas rumah dinas anggota dewan menjadi uang tunai kembali bergulir di Senayan. Pimpinan DPR, melalui Wakil Ketua Sufmi Dasco Ahmad, membingkai usulan ini dengan narasi manis: “efisiensi anggaran”. Namun, di telinga publik, kata efisiensi seringkali terdengar seperti alarm, memicu pertanyaan kritis: efisiensi untuk siapa?

Dasco, dalam penjelasannya pada Kamis (21/8), melukiskan gambaran yang masuk akal. Menurutnya, biaya perawatan kompleks perumahan anggota DPR di Kalibata dan Ulujami terlampau besar dan tidak efektif. Banyak rumah yang disebut dalam kondisi rusak, bahkan tidak ditempati oleh anggota dewan yang bersangkutan. Namun, negara tetap terbebani biaya pemeliharaan setiap tahunnya.

Logikanya sederhana: alihkan saja anggaran pemeliharaan yang besar itu menjadi uang tunai yang diberikan langsung kepada para wakil rakyat. “Jadi ini bukan menambah beban, ini adalah efisiensi,” tegas Dasco. Secara teori, negara tak perlu lagi pusing memikirkan atap bocor atau pagar rusak, dan anggota dewan bisa leluasa mencari tempat tinggal sendiri.

Namun, di sinilah sudut pandang berbeda muncul. Klaim “efisiensi” tanpa menyertakan angka perbandingan yang transparan adalah sebuah klaim yang rapuh. Pertanyaan mendasar yang belum terjawab adalah: berapa besaran tunjangan DPR yang diusulkan? Apakah nominalnya benar-benar lebih kecil dari total biaya perawatan seluruh aset perumahan tersebut saat ini?

Tanpa transparansi angka, narasi efisiensi bisa menjadi bumerang. Publik khawatir ini hanya menjadi modus untuk menaikkan pendapatan para legislator secara terselubung. Mengubah aset fisik (rumah) menjadi kewajiban tunai (tunjangan) juga menghilangkan aset milik negara secara perlahan. Apa rencana selanjutnya untuk kompleks perumahan di Kalibata dan Ulujami jika usulan ini disetujui? Apakah akan dijual, disewakan, atau dibiarkan menjadi aset mati?

Kritik publik bukan tanpa dasar. Di tengah situasi ekonomi yang menantang bagi sebagian besar masyarakat, setiap wacana yang berkaitan dengan penambahan fasilitas atau pendapatan pejabat publik akan selalu menjadi sorotan tajam. Beban pembuktian kini ada di pihak DPR.

Mereka harus mampu menyajikan data yang konkret dan meyakinkan bahwa kebijakan ini murni demi penghematan uang negara, bukan sekadar mempermudah urusan internal dengan mengorbankan potensi beban anggaran jangka panjang. Jika tidak, dalih efisiensi ini hanya akan dianggap sebagai jargon politik untuk meloloskan agenda yang lebih menguntungkan kantong pribadi ketimbang kas negara.

Exit mobile version